Langsung ke konten utama

Membandingkan Perkembangan Organisasi Guru saat ini dengan Sejarah organisasi Guru yang dulu


Pada era Orde Baru, organisasi guru diidentikkan dengan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Pada masa itu, PGRI dapat dikatakan satu-satunya organisasi guru yang diakui pemerintah. Posisi guru saat itu sangat lemah, digaji rendah pun tidak ada yang menentang.  Selain itu, guru tidak berani secara terbuka mengkritisi kebijakan pemerintah. Hal ini bisa dipahami. Dalam beberapa kasus, guru yang kritis dimutasi ke daerah terpencil atau turun pangkat. Akibatnya, banyak guru memilih diam.Bahkan dalam berpolitik pun, guru (khususnya PNS yang seharusnya netral) pada masa itu digiring untuk memilih salah satu partai politik tertentu.
Tetapi setelah reformasi, bermunculah beberapa organisasi guru. Misalnya Federasi Guru Independen Indonesia, Persatuan Guru Karyawan Swasta Indonesia, Figurmas, Persatuan Guru Tidak Tetap Indonesia, Forum Guru Tidak Tetap Indonesia, Serikat Guru Jakarta, Forum Tenaga Honorer Negeri Indonesia, Forum Ilmiah Guru dan masih banyak lagi. Bahkan di setiap daerah bermunculan organisasi guru, baik yang menamakan dirinya persatuan, ikatan atau forum guru.
latar belakang kemunculan berbagai organisasi guru tersebut dikarenakan beberapa hal. Pertama, belum tertampungnya aspirasi guru dalam wadah organisasi yang sudah ada. Sebelum dekade 2000-an, banyak guru menganggap PGRI terlalu menganakemaskan guru negeri. Akibatnya, guru swasta merasa dianaktirikan, sehingga lahirlah organisasi guru swasta.
Selain itu, PGRI dianggap sebagai kepanjangan tangan birokrasi untuk menekan guru (Darmaningtyas: 2007). Meskipun dalam beberapa hal, PGRI sekarang sudah melakukan pembenahan dalam memperjuangkan peningkatan profesionalisme guru.
Pemerintah saat itu mengarahkan organisasi guru hanya satu, untuk memudahkan dalam mengontrolnya. Seiring dengan perubahan waktu, saat ini telah banyak berdiri organisasi guru. Dalam hal penyampaian pendapat, guru yang melakukan demonstrasi di masa itu dianggap tabu. Sekarang, demonstrasi dianggap hal biasa dalam memperjuangkan nasib guru.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya organisasi profesi. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD). Dalam Pasal 141(h) disebutkan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
 Perkembangan Organisasi Kependidikan di Indonesia

Angin reformasi 1998, 14 tahun silam berhembus kencang ke semua lini. Tidak hanya dunia politik yang terkena dampaknya, dengan menjamurnya partai politik, juga berimbas kepada dunia pendidikan terutama organisasi guru. Kalau dulu para guru diwadahi oleh organisasi PGRI. Maka kini, bak cendawan di musim penghujan bermunculan organisasi yang mengatasnamakan guru. 
Fenomena lahirnya berbagai wadah guru itu tidak lepas dari payung hukum yang manaunginya. UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pada bagian kesembilan tentang Organisasi Profesi dan Kode Etik pasal 41 berbunyi : (1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen, (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. (3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi. (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Selanjutnya pada pasal 42 ditegaskan organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a) menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b) memberikan bantuan hukum kepada guru; c) memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota;d) melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan e) memajukan pendidikan nasional.
Jadi, sudah jelas bahwa aturan itu membolehkan para guru untuk membentuk dan mengikuti organisasi guru apa saja. Tidak ada satu kalimat pun yang mengharuskan guru untuk menjadi anggota organisasi profesi tertentu, termasuk PGRI. Dalam implementasinya, kita dapat melihat, pemerintah dalam hal ini kemdiknas atau kemdikbud memberi ruang yang begitu luasnya kepada para guru untuk membentuk organisasi baru. Contoh yang terkini dihadirinya kongres IGI oleh mendiknas dan pembentukan FSGI yang dibuka wamendiknas.
-          Dari Organisasi Guru Lokal Hingga Nasional
Berdasarkan referensi yang telah saya baca, ada lebih dari tiga puluh organisasi guru yang ada saat ini.  Organisasi guru yang dimaksud adalah organisasi yang menggunakan kata guru, beranggotakan guru dan memiliki tujuan meningkatkan profesi dan kesejahteraan para guru.
1. Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas)
2. Asosiasi Guru Nangroe Aceh Darrusalam (Asgu-NAD)
3. Ikatan Guru Honorer Indonesia (IGHI) Padang-Sumbar
4. Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung
5. Jakarta Teachers Club (JTC)-Jakarta
6. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Kota Bandung
7. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Kabupaten Bandung
8. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Subang
9. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Purwakarta
10. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Sumedang
11. Forum Komunikasi Guru Tangerang (FKG)
12. Forum Guru-Guru Garut (FOGGAR)
13. Forum Guru Tasikmalaya (FGT)
14. Solidaritas Guru Semarang (Sogus)
15. Forum Komunikasi Guru Kota Malang (Fokus Guru)
16. Perhimpunan Guru Tidak Tetap (PGTTI) Kediri
17. Aliansi Guru Nasional Indonesia (AGNI) Jawa Timur
18. Perhimpunan Guru Mahardika Indonesia (PGMI)-Lombok
19. Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI) Jakarta
20. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
21. Asosiasi Guru Sains Indonesia (AGSI)
22. Asosiasi Guru Ekonomi Indonesia (AGEI)
23. Asosiasi Guru Otomotif Indonesia (AGTOI)
24. Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI)
25. Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGMI)
26. Asosiasi Guru PENULIS Indonesia (AGUPENA)
27. Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI)
28. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
29. Persatuan Guru Honor Indonesia (PGHI)
30. Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)
31. Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI)
32. Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI)
33. Ikatan Guru Indonesia (IGI)
34. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
35. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI)
Apakah dengan maraknya organisasi tersebut menunjukkan bahwa PGRI 
selama ini kurang berperan? Maka di sini ada dua kemungkinan jawaban. 
Bisa ya, bisa pula tidak. Pertama, munculnya organisasi baru itu bisa jadi sebagai indikasi karena melihat PGRI selama ini kurang optimal dalam memerankan dirinya sebagai organisasi profesi yang menaungi para guru. PGRI dinilai masih belum fokus dalam meningkatkan mutu dan kualitas para guru. PGRI masih saja bergerak di tataran politis kebijakan, di mana para elite-nya banyak yang menjadi anggota DPD dan pejabat. Ada semacam keprihatinan dari sebagian para guru terhadap kinerja pengurus PGRI yang ditengarai belum optimal. Sehingga kemudian mereka membentuk organisasi sendiri. Apalagi pemerintah memang memberi peluang dan kesempatan yang luas untuk hal itu.
Kedua, jawabannya tidak. Mengingat PGRI selama ini telah banyak berkiprah untuk membenahi dan memperjuangkan kepentingan para guru. Bentuk riil yang berhasil dihasilkan PGRI menurut referensi yang telah saya baca diantaranya yaitu berjuang untuk mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen, UU Guru dan Dosen, Program Sertifikasi Guru dalam Jabatan, PP Tentang Guru, Kesejahteraan Guru dan Peningkatan Profesi Guru. Semua itu merupakan investasi besar PGRI untuk para guru. Hanya saja, persoalan guru dan pendidikan sedemikian kompleks sehingga PGRI rupanya belum mampu memerankan semuanya secara optimal.
daftar pustaka :
http://arindasantiniar.blogspot.co.id/2012/04/profesi-kependidikan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Management By Exception (MBE)

  MBE adalah suatu kemampuan dasar yang disediaakan oleh sistem informatika yang berbasis komputer yang memikul sebagian tanggungjawab dalam pengendalian sistem fisik maka waktu yang dimiliki manajer dapat digunakan secara efektif. Pada Management By Exception (MBE) seorang manajer untuk dapat melakukan pengendalian atas bagian yang menjadi tanggungjawabnya harus didukung oleh tersedianya:      1.    Informasi mengenai apa yang telah dan sedang dicapai pada              unit kerjanya.       2.    Standar kinerja yang dapat menunjukkan apa yang harus dicapai oleh unit        kerjanya. Standar yang dikombinasikan dengan output informasi misalnya laporan penjualan maka memungkinkan terjadinya Management By Exception. MBE adalah gaya atau tindakan yang dilakukan manajer apabila terjadi ketidak sesuaian antara Kinerja Aktual (apa yang telah dan sedang dicapai) dengan Standar Kinerja (apa yang harus dicapai). Contoh : ·         Seorang manajer menetukan bahwa

Hubungan Manajement dan Tata Kerja dalam Organisasi

Tata kerja sudah termasuk ke dalam pembagian tugas yg di pecah menjadi terstruktur   di dalam suatu   manajemen Tata kerja atau metode adalah satu cara bagaimana agar sumber – sumber dan waktu yang tersedia dan amat diperlukan dapat dimanfaatkan dengan tepat sehingga proses kegiatan manajemen dapat dilaksanakan dengan tepat pula. Dengan tata kerja yang tepat mengandung arti bahwa proses kegiatan pencapaian tujuan sudah dilakukan secara ilmiah dan praktis, disamping itu pemakaian tata kerja yang tepat pada pokoknya ditujukan untuk : Menghindari terjadinya pemborosan di dalam penyalahgunaan sumber-sumber dan waktu yang tersedia Menghindari kemacetan-kemacetan dan kesimpangsiuran dalam proses pencapaian tujuan.   Menjamin adanya pembagian kerja, waktu dan koordinasi yang tepat. Jadi hubungan antara manajemen dan tata kerja dapat dilukiskan seperti dibawah ini : Manajemen : Menjelaskan perlunya ada proses kegiatan dan pendayagunaan sumber-sumber sert

Menjelaskan Apa Yang Dimaksud dengan Rentang Kendali

Rentang Kendali adalah jumlah bawahan langsung yang dapat dipimpin dan dikendalikan secara efektif oleh seorang manajer. Rentang Kendali (span of control) sangat perlu dalam pengorganisasian, karena berhubungan dengan pembagian kerja, koordinasi, dan kepemimpinan seorang pemimpin (manajer). Rentang Kendali diperlukan dalam suatu organisasi karena adanya “limits factor(keterbatasan)” manusia, yaitu keterbatasan waktu, pengetahuan, kemampuan, dan perhatian. 1.       Keterbatasan waktu, artinya bahwa pada saat yang bersamaan seorang pemimpin melakukan pekerjaan yang beraneka macam. 2.       Keterbatasan pengetahuan, artinya bahwa seorang pemimpin tidak mungkin dapat mengetahui semua pekerjaan dalam perusahaan karena itu perlu diadakan pembagian pekerjaan kepada bawahannya. 3.       Keterbatasan kemampuan, artinya bahwa seorang pemimpin perusahaan kemampuannya terbatas, karena itu perlu diadakan batas jumlah bawahan langsungnya. 4.       Keterbatasan perhatian, artinya bahwa seo