Jenis-jenis
Konflik :
- Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role).
- Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar
keluarga, antar gank).
- Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir
(polisi melawan massa).
- Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang
saudara)
- Konflik antar atau tidak antar agama
- Konflik antar politik.
- Konflik individu dengan kelompok
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan
untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada
pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a.
Konflik
Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua
macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik
disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah
konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja
kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi
pencapaian tujuan kelompok.
·
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi
suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,
konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu
yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja
kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
b.
Konflik
Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman
(1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the
individual). Konflik
ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau
karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2) Konflik
antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan
individu yang lain.
3)
Konflik antara individu dan kelompok (conflict
among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama(conflict
among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing -
masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk
mencapainya.
5)
Konflik
antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi
jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik
antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in
different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau
perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota
organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang
jurnalis.
a.
Konflik
Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
· Winardi (1992:174) membagi
konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai
berikut:
seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Konflik
vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik
horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan,
atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik
garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
4) Konflik
peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu
peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada
juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.
Beberapa jenis konflik
lainnya:
1.
Konflik Personal dan Konflik Interpersonal
a) Konflik Personal, konflik yang terjadi dalam diri seorang individu karena harus memilih dari
sejumlah alternatif pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda. Konflik ini terdiri atas, antara lain sebagai berikut:
- Konflik pendekatan ke pendekatan, yaitu konflik yang terjadi karena harus memilih dua alternative yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Misalnya, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan seklah ahrus memilih dua universitas negeri yang sama kualitasnya.
- Konflik menghindar ke menghindar, yaitu konflik yang terjadi karena harus memilih alternative yang sama-sama harus dihindari. Misalnya, seseorang yang harus memilih menjual sepeda motor untuk melanjutkan sekolah, atau tidak menjual sepeda motor, tetapi tidak melanjutkan sekolah.
- Konflik pendekatan ke menghindar, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan posisitif dan negative terhadap sesuatu yang sama. Misalnya,Wulan membuat surat untuk melamar pekerjaan, namun karena takut tidak diterima akhirnya surat lamaran pekerjaannya tidak jaid dikirim.
- Konflik personal bisa terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Ia adalah seseorang yang munafik dan melakukan sesuatu yang berbeda antara perkataan dan perbuatan.
b)
Konflik Interpersonal, konflik yang terjadi di dalam suatu organisasi atau konflik di tempat
kerja diantara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling ketergantungan
dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Konflik
yang terjadi di antara mereka yang bekerja untuk suatu organisasi – profit atau
nonprofit. Konflik interpersonal dapat terjadi dalam tujuh macam
sebagai berikut:
· Konflik antarmanajer, bentuk konflik di antara manajer atau birokrat organisasi
dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan organisasi.
· Konflik antar pegawai dan manajernya, konflik ini terjadi antara manajer
unit kerja dan karyawan di bawahnya.
· Konflik hubungan industrial, konflik yang terjadi antara organisasi atau perusahaan
dan para karyawannya atau dengan serikat pekerja.
· Konflik antar kelompok kerja, dalam organisasi terdapat sejumlah kelompok
kerja yang melakukan tugas yang berbeda untuk mencapai tujuan organisasi yang
sama. Masing-masing kelompok harus memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan
organisasi, dimana kelompok-kelompok kerja tersebut saling memiliki
ketergantungan.
· Konflik antara anggota kelompok kerja dan kelompok kerjanya, konflik yang
terjadi dalam melaksanakan fungsi dan tugas dalam suatu tim karena perbedaan
latar belakang pendidikan, agama, budaya, pengalaman dan kepribadian.
· Konflik interes, konflik yang bersifat individual dan
interpersonal yang terjadi dalam diri seseorang pegawai yang terlibat konflik.
· Konflik antara organisasi dan pihak luar organisasi, konflik yang terjadi
antara suatu perusahaan atau organisasi dan pemerintah; perusahaan dan
perusahaan lainnya; perusahaan dan pelanggan; perusahaan dan lembaga swadaya
masyarakat; serta perubahan dan masyarakat.
2. Konflik Interes, konflik ini berkaitan dengan konflik dalam diri seseorang individu
dalam suatu sistem sosial (organisasi atau perusahaan) yang membawa implikasi
bagi individu dan sistem sosialnya. Konflik ini secara moral merusak
kepercayaan yang diberikan organisasi dan para anggotanya kepada pejabat yang
melakukannya. Konflik inters biasanya terjadi dalam diri pemimpin,
manajer atau pegawai karena mereka merupakan individu dengan multiposisi dan
multiperan.
Konflik interes merupakan salah satu fenomena yang
melatarbelakangi korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. kebijakan untuk
menanggulangi konflik interes perlu disusun dan dilaksanakan secara sistematis,
antara lain sebagai berikut:
a) Membaut definisi operasional mengenai apa yang disebut sebagai konflik interes
sehingga bisa dideteksi dan diukur, disertai contoh-contohnya.
b) Adanya deskripsi tugas untuk setiap orang dalam organisasi dan prosedur
untuk melaksanakannya.
c)
Adanya prosedur untuk menyelesaikan konflik interes.
d)
Adanya sanksi terhadap orang yang melakukan konflik interes.
e)
Dilakukan pelatihan untuk menghindari terjadinya konflik interes dank ode
etik organisasi.
Konflik interes banyak terjadi dalam pengadaan barang,
jasa dan tender-tender proyek, baik di lembaga pemerintah maupun di lembaga
bisnis. Untuk mencegahnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
mengenai Pengadaan Barang dan Jasa. Untuk pengadaan barang dalam nilai tertetu
harus dilakukan tender atau melalui e-procurement.
3.
Konflik Realistis dan Konflik Nonrealistis
Lewis Coser seperti dikutip
oleh Joseph P. Folger dan Marshal S. Poole (1984) mengelompokkan konflik
menjadi konflik realistis dan konflik nonrealistis, yaitu:
a. Konflik realistis, terjadi karena perbedaan dan ketidak sepahaman cara pencapaian tujuan
atau mengenai tujuan yang akan dicapai. Interaksi konflik memfokuskan pada isu
ketidaksepahaman mengenai substansi atau objek konflik yang harus diselesaikan
oleh pihak yang terlibat konflik. Metode manajemen konflik yang digunakan
adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting dan negosiasi.
b. Konflik nonrealistis, konflik ini dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan
konflik yang mendorong melakuka agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan
lawan konfliknya. Metode manajemen konflik yang digunakan adalah agresi,
menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan. Konflik ini biasanya dipicu
karena perbedaan agama, suku, ras, bangsa, yang sudah menimbulkan kebencian
mendalam.
1.
Konflik Destruktif dan Konflik Konstruktif
a. Konflik konstruktif, konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi
politik. Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan
pihak-pihak yang terlibat konflik; ataupun mereka memperoleh sesuatu yang
bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara fleksibel
menggunakan berbagai teknik manajemen konflik, seperti negosiasi,give and
take, humor bahkan voting untuk mencari solusi yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak.
Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan
interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial diantara
mereka dan membangun pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai objektif
mereka. Di samping itu, konflik jenis ini memungkinkan interaksi konflik yang
keras kembali normal dan sehat. Akhir dari konflik ini adalah antara lain win
& win solution, solusi kolaborasi atau kompromi, serta meningkatkann
perkembangan dan kesehatan organisasi.
b. Konflik destruktif, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak fleksibel atau kakau karena
tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama
lain. interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena
menghindari isu konflik yang sesungguhnya. Interaksi pihak-pihak
yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin
menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik.
Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik
manajemen konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi, dan
sedikit sekali menggunakan negosiasi untuk mencapai win & win
solution.
2.
Konflik Menurut Bidang Kehidupan
Konflik dapat dikelompokkan
menurut bidang kehidupan yang menjadi objek konflik. Namun, sering kali, suatu jenis
konflik tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan konflik sejumlah
aspek kehidupan. misalnya, konflik sosial sering kali tidak hanya disebabkan
oleh perbedaan suku, ras, kelas, atau kelompok sosial, tetapi sering
kali disebabkan oleh kecemburuan ekonomi, kehidupan politik, dan
perbedaan agama. Berikut adalah contoh-contoh konflik multidimensi yang dialami
bangsa dan negara Indonesia.
a. Konflik Ekonomi, terjadi karena perebutan sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Konflik
ekonomi misalnya terjadi dalam bentuk sengketa tanah pertanian antara anggota
masyarakat dan perusahaan perkebunan, antara anggota masyarakat dan lembaga
pemerintah, atau antara anggota masyarakat dan anggota masyarakata lainnya.
b. Konflik Politik, terjadi dalam organisasi politik, seperti organisasi negara dan partai
politik, tetapi juga terjadi pada organisasi bisnis dan organisasi nirlaba.
Negara Indonesia pernah mengalami konflik politik dalam bentuk pemberontakan
bersenjata. Konflik ini menimbulkan peperangan, memakan korban, dan anggaran.
Namun, setelah reformasi tahun 1998 membawa perubahan yang besar terhadap
keidupan politik di Indonesia. Demokratisasi yang dikembangkan dalam dunia
politik mengembangkan sejumlah partai politik di Indonesia.
Konflik politik yang sering
menimbulkan agresi adalah konflik dalam pemilihan langsung gubernur, bupati dan
walikota, serta konflik antar provinsi dengan provinsi lainnya, misalnya
berkaitan dengan batas wilayah dan kepemilikan suatu daerah tertentu. Untuk
memanajemeni hal tersebut, maka ppemerintah membentuk Mahkamah Konstitusi (MK)
melalui UU RI No. 24 Tahun 2004 tentang MK yang memiliki kewenangan antara
lain, yaitu MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
·
Menguji UU terhadap UUD NRI tahun 1945
·
Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD NRI tahun 1945
diberikan oleh UUD NRI tahun 1945
·
Memutuskan pembubaran partai ppolitik, dan
· Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.Hingga tahun 2009,
banyak konflik mengenai UU, pencalonan gubernur dan presiden perseorangan,
serta mengenai Pemilu yang telah diselesaikan oleh MK dengan baik. Namun, hal
tersebut seolah tercederai dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh Akil
Mochtar yang sangat merusak kredibilitas MK.
c.
Konflik Agama, sepanjang sejarah umat manusia, terjadi sejumlah konflik agama. Konflik
ini bisa terjadi di antara dua pemeluk agama yang berbeda atau di antara para
pemeluk agama yang sama. Konflik agama adalah konflik di antara pemeluk, bukan
konflik di antara ajaran atau kitab suci agama. Phak yang terlibat adalah para
penganut agama yang menerapkan kitab suci dalam keidupannya. Agama dan kitab
sucinya tidak membenci dan membunuh orang, tetapi para pemeluknya yang
melakukannnya. Beberapa konflik yang terjadi karena latar belakang agama,
diantaranya yaitu: konflik Poso, konflik ahmadiyah, dan konflik Madura.
Konflik agama seharusnya dapat
dihindari karena negara telah menjamin kebebasan setiap warga negara untuk
beribadah dan memeluk agamanya sesuai dengan kepercayaan masing-masing,
sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI 1945 pasal 28 E perubahan kedua UUD RI
1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah
menurut agamanya,…”.
SUMBER
KONFLIK:
- Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah
individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap
hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka
sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu,
pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan
membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat
terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik
antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan
kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai,
sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri
dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi
nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalamorganisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Komentar
Posting Komentar